Feromon Untuk Navigasi Semut
Zat kimia Feromon memainkan peran penting dalam komunikasi serangga. Semut menggunakan feromon sebagai penjejak untuk menunjukkan jalan menuju sumber makanan.
Demikian pula, semut pekerja dari berbagai spesies mensekresi feromon
sebagai zat tanda bahaya, yang digunakan ketika terancam musuh; feromon
disebar di udara untuk mengumpulkan pekerja lain. Bila semut-semut ini
bertemu musuh, mereka juga memproduksi feromon sehingga isyaratnya
bertambah atau berkurang, bergantung pada sifat bahayanya. Saat semut
menggigit, selain meninggalkan rasa sakit juga meninggalkan zat feromon,
hal ini dilakukan sebagai isyarat kepada koloninya bahwa terjadi
bahaya, jika feromon ini tercium oleh semut-semut yang lain maka
diharapkan terjadinya bantuan serangan.
Semut yang menemukan sumber makanan meninggalkan jejak senyawa kimia
(Feromon) di tanah melalui sengat pada bokongnya. Jejak yang dibuatnya
membantu teman-temannya menemukan sumber makanan.
Banyak serangga memiliki zat feromon, tapi masing-masing memiliki fungsi
yang serupa tapi tak sama. Sebagai contoh, semut menggunakan feromon
untuk meninggalkan jejak, sedangkan kupu-kupu menggunakan Feromon untuk
menarik lawan jenis.
Semut yang bertugas mencari makan biasanya menjalankan tugas dengan cara
yang sulit dijelaskan. Ia berangkat ke sumber makanan dengan berjalan
berkelok-kelok, tetapi kembali ke sarang dengan rute lurus yang lebih
singkat.
Bagaimana mungkin seekor semut yang hanya dapat melihat beberapa sentimeter ke depan bisa berjalan lurus?
Untuk menjawab pertanyaan ini, seorang peneliti bernama Richard Feynman
meletakkan sebongkah gula di salah satu ujung bak mandi, lalu menunggu
seekor semut datang dan menemukannya. Ketika semut yang pertama kali
datang ini kembali ke sarangnya, Feynman mengikuti jejaknya yang
berkelok.
Kemudian Feyman mengikuti jejak semut-semut berikutnya. Ternyata Feynman
menemukan bahwa semut yang datang belakangan tidak mengikuti jejak yang
ditinggalkan; mereka lebih pintar, mengambil jalan memotong sampai
akhirnya jejaknya menjadi berbentuk garis lurus.
Di ilhami hasil penelitian Feynman, seorang ahli komputer bernama Alfred
Bruckstein membuktikan secara matematis bahwa semut-semut yang datang
selanjutnya memang meluruskan jejak berkelok itu.
Kesimpulan yang didapatnya sama, setelah beberapa ekor semut, panjang
jejak dapat diminimalkan menjadi jarak terpendek antara dua titik dengan
kata lain, membentuk garis lurus.
Apa yang diceritakan tadi tentu saja membutuhkan keahlian jika dilakukan
oleh manusia. Ia tentu harus menggunakan kompas, jam, maupun
perlengkapan yang lebih canggih lagi untuk menentukan suatu jarak. Orang
ini harus juga menguasai matematika.
Berbeda dengan manusia, penunjuk jalan semut adalah matahari, sedangkan
kompasnya adalah cabang pohon dan tanda alam lainnya. Semut mengingat
bentuk tanda-tanda ini, sehingga dapat menggunakannya untuk menemukan
rute pulang terpendek, meskipun rute ini benar-benar baru baginya.
Meskipun kedengarannya mudah, sebenarnya cara ini sulit dijelaskan.
Bagaimana mungkin seekor makhluk kecil seperti semut, yang tidak
memiliki otak maupun kemampuan berpikir dan mempertimbangkan, melakukan
perhitungan seperti ini?
Teknik komunikasi dengan jejak (mengikuti jejak bau) sering digunakan oleh semut. Banyak contoh yang menarik dalam hal ini.
Semut yang menemukan sumber makanan meninggalkan jejak senyawa kimia di
tanah melalui sengat pada bokongnya. Jejak yang dibuatnya membantu
teman-temannya menemukan sumber makanan.
Suatu spesies semut yang hidup di gurun pasir di Amerika mengeluarkan
bau khusus yang diproduksi di kantung racunnya jika ia menemukan
serangga mati yang terlalu besar atau berat untuk dibawanya.
Teman-teman satu sarangnya dari jauh dapat mencium bau yang dikeluarkan
dan mendekati sumbernya. Ketika jumlah semut yang berkumpul di sekitar
mangsa sudah cukup, mereka membawa serangga tersebut ke sarang
Ketika semut api berpisah untuk mencari makanan, mereka mengikuti jejak
bau selama beberapa lama, lalu akhirnya berpisah dan mencari makanan
masing-masing.
Sikap semut api berubah jika sudah menemukan makanan. Kalau menemukan
makanan, semut api kembali ke sarang dengan berjalan lebih lambat dan
tubuhnya dekat dengan tanah.
Ia menonjolkan sengatnya pada interval tertentu dan ujung sengat
menyentuh tanah seperti pensil menggambar garis tipis. Demikianlah semut
api meninggalkan jejak yang menuju ke makanan.
Bayangkan jika seorang manusia ditinggalkan di hutan yang tidak dikenal.
Walaupun orang ini mengetahui arah yang harus dituju, ia akan kesulitan
menemukan jalan yang tepat dan mungkin saja tersesat.
Selain itu, ia juga harus melihat keadaan sekitar dengan hati-hati dan mempertimbangkan jalan mana yang terbaik.
Namun, semut bertindak seolah-olah mengetahui benar cara menemukan
jalan. Pada malam hari, mereka dapat menemukan dan mengikuti jalan yang
mereka tempuh saat menemukan makanan pada pagi harinya, meskipun
kondisinya berubah.
Perkembangan Sains Feromon
Seiring dengan berkembangnya sains tentang feromon, dapatlah dimengerti
ternyata serangga menghasilkan bermacam-macam zat kimia yang memengaruhi
perilaku serangga sejenis lainnya.
Semut misalnya, menghasilkan feromon untuk menarik teman-temannya
bergotong-royong mengangkut makanan dari tempat yang jauh ke sarang
mereka. Itu sebabnya kita sering melihat semut berjalan beriring-iring.
Beberapa spesies lalat, ngengat dan kumbang juga menghasilkan zat kimia
tertentu yang dioleskan ke sarang tempat meletakkan telur-telurnya.
Zat-zat kimia ini akan mencegah serangga lain untuk menaruh telur di
tempat yang sama, jadi mengurangi kompetisi serangga-serangga baru yang
nantinya menetas dari telur tadi.
Sampai sekarang, para ilmuwan sudah mengenali lebih dari 1600 feromon
yang dipakai oleh berbagai serangga, termasuk serangga-serangga hama.
Karena telah teridentifikasi, feromon ini bisa dibuat dalam jumlah besar
secara sintetis.Feromon sintetis ini banyak dipakai untuk dijadikan
perangkap serangga.
Sumber Literatur : http://id.wikipedia.org,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar