Setiap koloni semut, tanpa kecuali, tunduk pada sistem kasta secara
ketat. Sistem kasta ini terdiri atas tiga bagian besar dalam koloni.
Anggota kasta pertama adalah ratu dan semut-semut jantan, yang
memungkinkan koloni berkembang biak. Dalam satu koloni bisa terdapat
lebih dari satu ratu. Ratu mengemban tugas reproduksi untuk
mening-katkan jumlah individu yang membentuk koloni. Tubuhnya lebih
besar daripada tubuh semut lain. Sedang tugas semut jantan hanyalah
membuahi sang ratu. Malah, hampir semua semut jantan ini mati setelah
kawin. Anggota kasta kedua adalah prajurit. Mereka mengemban tugas
seperti membangun koloni, menemukan lingkungan baru untuk hidup, dan
berburu. Kasta ketiga terdiri atas semut pekerja. Semua pekerja ini
adalah semut betina yang steril. Mereka merawat semut induk dan
bayi-bayinya; membersihkan dan memberi makan. Selain semua ini,
pekerjaan lain dalam koloni juga merupakan tanggung jawab kasta pekerja.
Mereka membangun koridor dan serambi baru untuk sarang mereka; mereka
mencari makanan dan terus-menerus membersihkan sarang.
Di antara semut pekerja dan prajurit juga ada sub-kelompok. Sub-kelompok
ini disebut budak, pencuri, pengasuh, pembangun, dan pengum-pul. Setiap
kelompok memiliki tugas sendiri-sendiri. Sementara satu kelom-pok
berfokus sepenuhnya melawan musuh atau berburu, kelompok lain membangun
sarang, dan yang lain lagi memelihara sarang. Setiap individu dalam
koloni semut melakukan bagian pekerjaan-nya sepenuhnya. Tak ada yang
mencemaskan posisi atau jenis tugasnya. Ia hanya melakukan apa yang
diwajibkan. Yang penting adalah keber-lanjutan koloninya. Kalau kita
pikirkan bagaimana sistem ini berkembang, kita tidak dapat mengingkari
fakta adanya penciptaan.
Mari kami jelaskan alasannya: Jika ada tatanan yang sempurna, secara
logis kita berkesimpulan bahwa tatanan ini tentu dibentuk oleh otak yang
merencanakan. Misalnya, tatanan disiplin dalam militer; jelas bahwa
para perwira yang mengendalikan tentara telah menetapkan tatanan ini.
Sungguh absurd kalau kita berasumsi semua individu dalam pasukan
berkumpul dengan sendirinya dan mengorganisasi diri sendiri, lalu
berkelompok menurut pangkat dan mulai bertindak sesuai pangkatnya. Lebih
jauh lagi, perwira yang telah menetapkan tatanan ini harus terus
melakukan inspeksi agar tatanan ini dapat bertahan tanpa masalah. Kalau
tidak, pasukan yang diserahkan kepada prajurit saja akan berubah menjadi
kumpulan yang kacau, sedisiplin apa pun pada mulanya. Semut juga
memiliki disiplin yang sangat mirip dengan disiplin militer. Namun,
aspek yang penting adalah tidak ada ―perwira‖, atau administrator yang
mengorganisasi, di mana pun juga. Berbagai sistem kasta dalam koloni
semut menjalankan tugas mereka secara sempurna, meskipun tanpa ―kekuatan
pusat‖ yang terlihat mengawasi mereka.
Lalu, penjelasan satu-satunya adalah bahwa kehendak pusat ini merupakan
kehendak yang ―tak tampak‖. Ilham yang disebut dalam Al Quran dalam
pernyataan “Dan Tuhan-mu mewahyukan kepada lebah” (Surat An-Nahl: 68)
adalah kekuatan yang tak tampak ini. Kehendak ini telah menyempur-nakan
perencanaan yang begitu dahsyat — yang menakjubkan manusia saat mencoba
mengana-lisisnya. Ketakjuban dan kekaguman seperti ini juga telah
diungkapkan oleh para peneliti dari waktu ke waktu dalam berbagai
bentuk. Kaum evolu-sionis, yang mengklaim bahwa sistem yang sempurna ini
telah berkembang akibat kebetulan, tidak mampu menjelaskan perilaku
pengorbanan yang merupakan pusat sistem ini. Sebuah artikel mengenai
topik ini dalam Jurnal Bilim ve Teknik sekali lagi menunjukkan
ketidakmampuan tersebut:
Masalahnya, mengapa makhluk hidup suka tolong-menolong? Menurut Teori
Darwin, setiap makhluk hidup berjuang untuk kelangsungan hidup dan
perkembangbiakannya sendiri. Karena membantu makhluk lain akan secara
relatif mengurangi peluang kelangsungan hidupnya tersebut, perilaku ini
mestinya dilenyapkan oleh evolusi pada jangka panjang. Namun, telah
terbukti bahwa makhluk hidup rela untuk berkorban. Cara klasik untuk
menjelaskan fakta pengorbanan ini adalah bahwa koloni yang terbentuk
dari individu-individu yang mau berkorban demi kepentingan kelompok atau
genus akan lebih sukses dalam evolusi daripada koloni yang terbentuk
dari individu-individu yang egois.
Namun, teori ini tidak menjelaskan bagaimana masyarakat yang mau
berkorban ini dapat mempertahankan ciri tersebut. Suatu individu egois
yang mungkin muncul dalam masyarakat itu mestinya akan meneruskan ciri
egoisnya kepada generasi berikut, karena dia tak akan mengorbankan
dirinya. Hal samar lainnya adalah bahwa jika evolusi terjadi pada
tingkat masyarakat, sebesar apa semestinya masyarakat itu? Apakah
masyarakat itu berupa keluarga, kelompok, genus, atau kelas? Bahkan jika
evolusi terjadi bersamaan pada lebih dari satu tingkat, apa yang akan
terjadi jika kepentingan antartingkat ini bertentangan? Seperti yang
kita lihat, mustahil menjelaskan rasa pengorbanan pada makhluk hidup dan
sistem sosial yang berdasarkan padanya dengan teori evolusi, yakni
dengan berasumsi bahwa makhluk hidup telah muncul akibat kebetulan.
SUMBER : http://mulailahdenganmembaca.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar